HumasTGD - Perkembangan informasi teknologi (IT) dan robotik serta tranportasi saat ini yang didominasi negara-negara maju di dunia seperti Jepang, Hongkong, Singapura, China, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Canada ,Australia, Rusia dan lainnya saat ini tak lepas dari semakin berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Setiap hari setiap saat berbagai eksperimen dan percobaan oleh para ilmuwan untuk menciptakan inovasi dan terobosan produk dilakukan. Tapi sadar kah, dari mana itu semua berasal? Hampir semua pekerjaan manusia di dunia saat sekarang terbantu dengan adanya teknologi, salah satunya robot, yang kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Selain membantu tugas manusia menjadi praktis juga mempermudah berbagai macam pekerjaan. Prinsip kerja robot melibatkan kombinasi teknologi dari berbagai disiplin ilmu seperti mekanika, elektronik, dan ilmu komputer sebagaimana yang dipelajari di kampus calon Ahli IT Masa Depan STMIK Triguna Dharma Secara umum, robot dirancang untuk menjalankan tugas-tugas tertentu secara otomatis atau semi-otomatis dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Lalu siapakah yang pertama kali meletakkan dasar-dasar ilmu tentang mesin robot atau robotika? Sebagian orang akan menyangka bahwa sosok yang dimaksud ialah Leonardo da Vinci (1452-1519), seorang yang berpengetahuan luas (polymath) dari Italia zaman Renaisans. Tapi siapa menyangka ternyata ada ilmuwan Muslim yang sosoknya seperti dihilangkan dari sejarah dunia yang justru jauh sebelumnya telah menciptakan humanoid. Dikutip dari berbagai sumber di internet, sang penemu itu bernama Ismail al-Jazari, memiliki nama lengkap Badi al-Zaman Abu al-Izz Ismail ibn al-Razzaz al-Jazari. Ilmuwan berdarah Turki itu lahir pada tahun 1136 M di kota Jazirat, Kawasan yang terletak antara Sungai Tigris dan Eufrat, tepatnya di utara Mesopotamia, utara Iraq, dan timur laut Syiria. Selain sebutan Al Jazari, beliau juga dikenal dengan nama Ra’is Al-A’mal. Gelar ini dianugerahkan para insinyur Muslim di abad ke-13 M. Dia juga diberi titel Badi al-Zaman dan Al-Shaykh. Titel yang disandangnya ini menandakan dia seorang ilmuwan yang unik, tak tertandingi kehebatannya, menguasai ilmu yang tinggi, serta bermartabat.bSebagian besar hidup Al Jazari dihabiskan untuk belajar. Sejak berusia anak-anak, al-Jazari sudah menunjukkan bakat dalam merancang pesawat sederhana. Sebagai contoh, saat umurnya 14 tahun ia membuat kincir air kecil yang ditarik dengan tenaga tawon. Saat itu, kakeknya sangat antusias melihat kreativitas cucunya itu. Akan tetapi, ayahnya kurang senang. Al-Jazari diharapkan lebih sering pergi ke ladang, alih-alih menghabiskan waktu di dalam kamar untuk membaca buku. Ia bergeming. Apalagi, dukungan tetap diperolehnya dari orang-orang terdekat. Kakeknya bahkan kerap membawakan buku-buku pinjaman untuk dibaca. Akhirnya, ayahnya menerima dengan tangan terbuka cita-cita putranya yang ingin menjadi ilmuwan itu. Selama enam tahun, al-Jazari menuntut ilmu secara autodidak, khususnya dalam bidang keahlian teknik (engineering). Berbagai pengetahuan mendasar terkait itu didapatnya dari bahan bacaan semata, seperti teks-teks terjemahan berbahasa Arab atas manuskrip-manuskrip Yunani Kuno, termasuk risalah hukum Archimedes tentang gaya benda dalam air. Sebelum mencapai usia akil baligh, al-Jazari sudah dikenal masyarakat lokal sebagai pembuat mainan anak-anak, semisal kereta-keretaan. Bukan sembarang mainan. Sebab, benda kreasinya itu dapat maju atau mundur sendiri tanpa harus selalu digerakkan oleh tangan. Dengan keahliannya itu, ia mendapatkan penghasilan yang cukup. Reputasinya kemudian sampai ke telinga para pejabat. Saat berusia remaja, ia ikut hijrah dengan keluarganya ke wilayah negeri Artuqid, yakni sekitar perbatasan timur negara Turki modern. Kalangan bangsawan Dinasti Artuqid terkesan dengan kemampuan al-Jazari. Sebab, dia dinilai benar-benar cemerlang dalam menciptakan alat-alat mekanis yang bisa menyelesaikan berbagai keperluan praktis. Pemuda ini lantas ditunjuk sebagai kepala insinyur (rais al-a’mal) di ibu kota, Diyar Bakr. Donald Routledge Hill, yang telah menerjemahkan salah satu karya besar al-Jazari ke dalam bahasa Inggris, menuturkan karakteristik sang Muslim polymath. Menurut Hill, pada puncak kariernya al-Jazari mengabdi pada Nashiruddin, penguasa Artuqid kala itu. Selama 25 tahun, dia bekerja sebagai ilmuwan resmi kerajaan. Beberapa kitab monumental karangannya selesai berkat dukungan penuh raja Bani Artuqid, seperti Kitab fii Ma'rifat al-Hiyal al-Handasiya (Kitab pengetahuan tentang rancang bangun mesin). Di dalam buku yang terbit pada 1206 itu, sang alim menjelaskan tentang cara kerja dan langkah-langkah pembuatan sebanyak 50 pesawat mekanis. Hill mengatakan, dalam pengertian modern sosok Al Jazari lebih tepat digolongkan sebagai insinyur praktis, alih-alih penemu yang merancang alat dari nol. Sebab, sejumlah perangkat yang diciptakannya berangkat dari telaah sendiri atas berbagai penemuan sebelumnya. Dengan merujuk pada teori-teori fisika tertentu, dia dapat membuat alat baru yang lebih presisi. Sebut saja, salah satu karyanya yang berupa satu set robot pemain musik di atas miniatur perahu. Orang-orangan yang duduk pada benda itu otomatis mengeluarkan irama yang merdu tiap satu jam sekali. Seluruh humanoid itu dapat bekerja karena terhubung dengan serangkaian piston dan kabel yang digerakkan oleh air. Untuk membuat rancangan alat ini, Al Jazari mengaku terinspirasi jam air dari teori Archimedes. Dari semua alat yang dirancang oleh Al-Jazari, banyak sejarawan sains terpana pada jam gajah yang dibuat ilmuwan muslim tersebut. Ehsan Masood, dalam bukunya Sciene and Islam: A History (2008, hlm. 163), menyebut jam tersebut sebagai salah satu alat bikinan ilmuwan muslim yang luar biasa.bJam gajah Al-Jazari menggunakan prinsip tekanan air Archimedes dan menggunakannya sebagai penggerak jam. Oleh Al Jazari, jam tersebut dipadupadankan dengan corak budaya India, Cina, Mesir, Persia, dan Arab. Alat ini menggambarkan luasnya referensi Al-Jazari dalam membuat alat mekanik. Al Jazari menggunakan prinsip hidrostatis untuk menggerakkan mesin yang kini disebut sebagai robot. Semua karya ini membuat Ismail Al Jazari kemudian disebut sebagai Bapak Robotika atau atau pelopor ilmu teknik modern. Al Jazari wafat pada 1206. Ada pula yang menyebut, tokoh ini meninggal dunia dalam usia 70 tahun pada 1220. Hingga akhir hayatnya, Al Jazari telah menghasilkan lebih dari 174 gambar rancangan perangkat mekanis (ashkal). Sebanyak 80 gambar di antaranya, termasuk yang dimuat dalam Kitab fii Ma'rifat, pernah dibuat dalam bentuk riilnya. Buku itu pun ditulis atas permintaan Sultan Nashiruddin, yang ingin agar sang ilmuwan mengabadikan penjelasan tentang benda-benda ciptaannya. Dengan begitu, para sarjana di kemudian hari dapat menelaahnya dan mengambil inspirasi darinya. Terbukti, bahkan delapan abad sesudah kematiannya, Kitab fii Ma’rifat masih menjadi bacaan para akademisi dan insinyur dunia. Banyak alat canggih yang biasa dijumpai hari ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari rancangan karya al-Jazari.
Peringkat Akreditasi
Strata / No.SK | Peringkat |
---|---|
Perguruan Tinggi No.49/SK/BAN-PT/Ak/PT/I/2024 |
Baik Sekali |
Teknik Komputer (D-III) No.2110/SK/BAN-PT/Ak=PPJ/Dipl-III/IV/2020 |
Baik Sekali |
Sistem Informasi (S1) No.024/SK/LAM-INFOKOM/Ak/S/XII/2022 |
Baik Sekali |
Sistem Komputer (S1) No.046/SK/LAM-INFOKOM/Ak/S/III/2024 |
Baik Sekali |
Manajemen Informatika (D-III) No.116/SK/LAM-INFOKOM/Ak/D3/VIII/2024 |
Baik Sekali |
|